Iklan

IMG-20250908-180154

Putusan Bersejarah: MA Hukum Raksasa Sawit Rp177 Triliun

PaHamlah.com
Selasa, 30 September 2025, September 30, 2025 WIB Last Updated 2025-09-30T07:49:51Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini
PAHAMLAH.COM-Kejutan besar mengguncang industri sawit nasional. Mahkamah Agung (MA) resmi menjatuhkan vonis bersalah kepada raksasa agribisnis Wilmar International dalam kasus korupsi fasilitas ekspor minyak goreng dan CPO (crude palm oil). Dalam putusannya, MA memerintahkan Wilmar membayar kompensasi fantastis Rp11,8 triliun plus denda Rp1 miliar.

Putusan ini sekaligus membatalkan vonis bebas yang sebelumnya diterima Wilmar di pengadilan tingkat pertama. MA menilai perusahaan tersebut terbukti memperoleh keuntungan tidak sah dan menyebabkan kerugian besar bagi negara maupun masyarakat luas.

“Unsur keuntungan yang tidak sah, kerugian keuangan negara, serta dampaknya terhadap usaha rumah tangga menjadi dasar penghitungan uang pengganti,” bunyi amar putusan MA sebagaimana dikutip dari salinan resmi.

Tidak Sendirian: Dua Korporasi Lain Terseret

Selain Wilmar, dua grup besar lain, yakni Permata Hijau dan Musim Mas, juga ikut diganjar hukuman dalam putusan serupa. Total nilai uang pengganti yang harus dibayar tiga korporasi raksasa sawit itu mencapai lebih dari Rp177 triliun, menjadikannya salah satu putusan terbesar dalam sejarah hukum korporasi di Indonesia.

Dari Vonis Bebas hingga Kecurigaan Suap

Sebelumnya, pada Maret 2025, Pengadilan Negeri sempat membebaskan ketiga perusahaan dari tuntutan. Namun putusan bebas itu langsung menuai kontroversi, bahkan muncul dugaan praktik suap terhadap hakim yang menangani perkara.

Kasus kemudian berlanjut hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung, yang akhirnya membalikkan vonis dengan menghukum tegas para korporasi.

Lanjutan: Eksekusi Jadi Taruhan

Meski putusan MA sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht), pertanyaan besar kini mengarah pada eksekusi: bagaimana pemerintah akan memastikan perusahaan sebesar Wilmar membayar kompensasi Rp11,8 triliun.

Pakar hukum menilai, langkah penyitaan aset hingga pemblokiran rekening bisa menjadi jalan jika perusahaan mencoba mengulur waktu. Sementara publik menuntut agar uang pengganti benar-benar masuk ke kas negara, bukan sekadar angka di atas kertas.
Komentar

Tampilkan

Terkini

Tag Terpopuler